Sawang Sinawang

 Sawang Sinawang




Sehari semalam sosok itu terbaring di ranjang kecil ukuran sekitar 110 X 120 cm. Nuansa putih mendominasi ruangan seluas 3 X 4 meter. Tiga ranjang berbaris rapi, tapi hanya terisi dua penghuni saja. Bagian tengah beralih fungsi sebagai pembatas agar saling menjaga jarak.


Wajah wanita tangguh di hadapanku terlihat sembab dengan pancaran sayu. Selang infus membatasi gerak bebasnya. Rasa pening menjadi tantangan.


"Wahai, Mamak. Apa lagi yang kau rasakan?" batinku menelisik, memandang seluruh fisiknya.


Kedua matanya memandangku. Diam.


"Masih pusing, Mak?"


"Enggak. Cuma di antara alis ini yang sakit."


"Mamak mikir apa, kok bisa tinggi lagi. Kalau ada apa-apa jangan dipendam sendiri."


"Mamak pengin nangis rasanya. Enggak tahu kenapa, dari kemaren pengin nangis."


"Nangis sajalah, Mak. Jangan ditahan apalagi dipendam. Nanti enggak baik."


"Masa enggak ada apa-apa, tiba-tiba nangis."


"Ya enggak apa-apa. Kalau pas salat, nangislah. Pas doa atau zikir, tumpahkan semua. Orang juga enggak curiga. Toh, Mamak salah di kamar, sendirian. Enggak ada yang tahu."


Akhirnya mengalirlah cerita Mamak yang pusing memikirkan si bontot yang sedang banyak tantangan dengan pekerjaan. Hingga takut dengan asumsi pribadi akan komentar-komentar orang lain.


"Mak, enggak usah dengar apa kata orang. Mereka cuma melihat. Enggak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Masukan saja ke kuping kanan dan keluarkan lagi lewat kuping kiri.


Tidak perlu terlalu dipikirkan. Adik sudah dewasa, tahu mana yang baik dan enggak. Orang itu kan sawang sinawang. Jangan semuanya diambil hati. Mamak yang rasakan, Mamak sendiri yang sakit."


Aku mengajaknya terus berdiskusi santai. Sesekali tangan ini memijat kakinya. Tak ketinggalan mengajak bercanda agar tertawa.


Orang hidup itu pasti ada tantangannya. Hanya porsinya saja yang berbeda.


Maka, temuanku hari ini adalah cara berkomunikasi dengan orang tua yang sudah sensitif, menjaga perasaan, dan hati-hati.


Tantangannya, tentu tak mudah memberi masukan kepada orang tua. Namun, tetap mencoba dengan pelan dan hati-hati agar tidak menyinggung.


Poin komunikasinya adalah, sebagai anak harus tetap menunduk. Mendengar apa kata orang tua, jangan memotong cerita. Menjadi pendengar aktif yang baik.


Dari komunikasi produktif hari ini, aku merasa cukup tiga bintang karena masih belum berani dengan tegas meminta Mamak menjaga hati dan mengatur kondisi fisiknya.


Rencana esok hari, akan terus melatih komunikasi produktif baik dengan orang tua atau pasangan.


#harike-10

#tantangan15hari

#zona1komprod

#pantaibentangpetualang

#institutibuprofesional

#petualangbahagia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal Usul Burung Walet

Pelatihan Jurnalistik

Ibu Wajib Mengajarkan Al Fatihah Kepada Anaknya