Bahagia Itu Tidak Mahal

 

Bahagia Itu Tidak Mahal

Oleh: Merlin Nursmila

 



Siapa sih, orang yang tidak suka dengan hadiah? Pasti semua suka. Hanya saja level kebahagiaan yang dipancarkan berbeda-beda antar individu. Saya sendiri senang jika menerima hadiah. Apalagi didapat dengan perjuangan.

Kemaren, saya mendapat paketan dari sebuah komunitas literasi. Isinya adalah dua buku keren karya Dodi Mawardi, satu novel terjemahan dari bahasa Spanyol, tiga pulpen soft gel dengan taksiran harga yang tidak murah, serta satu lembar sertifikat penghargaan.

Apa yang saya lakukan pertama kali? Tentu membukanya. Apalagi kertas pembungkusnya memesona dan khas Indonesia. Kertas batik yang menarik, lho. Setelah dibuka dan tahu isinya, saya letakkan kembali buku-buku itu. Menunggu antrean untuk dibaca.

Pagi ini, saya akan mempraktikkan bahasa kasih yang keempat yaitu tentang memberi hadiah. Tak mau ambil pusing apalagi harus menunggu sampai sore setelah suami pulang kerja, saya pun berpikir cepat. Akhirnya, satu pulpen dengan warna tergelap dari lainnya saya hadiahkan pada suami.

“Mas, ini untukmu,” kataku memandang suami sambil memberikan pulpen unik itu.

“Terima kasih, Dik,” sahutnya tersenyum.

Suami kemudian meninggalkan saya sendiri untuk melanjutkan pekerjaan di belakang. Saya diam saja dan tidak protes dengan sikapnya. Ketika kami sedang bersiap pergi bekerja, saya bertanya.

“Mas, suka? Senang enggak dikasih hadiah kecil dan tak seberapa itu?”

“Suka, Dik, tapi biasa saja. Enggak ada rasa berdesir di sini,” katanya menunjuk dada.

Kami malah tertawa dengan saling memandang. Akhirnya saling berpamitan untuk mulai beraktivitas ke tempat masing-masing.

Sore hari, kami bertemu lagi.

“Dik, di mana?”

Saya mendengar suara suami memanggil setelah masuk ke rumah dan tak melihat keberadaan istrinya. Di kamar mandi, saya pun tahu jika ia membawa sesuatu. Mungkin hadiah seperti kesepakatan untuk saling memberi hari ini.

“Ada apa, Mas?”

“Ini hadiahnya,” katanya menunjuk sebuah bungkusan besar berlabel ekspedisi.

Ini sih, pesanan buku dari toko buku Islam.

“Terima kasih, Mas. Kapan sampainya?”

“Mungkin tadi siang.”

Semua paket memang saya alamatkan ke rumah mertua dan suami biasa mampir ke rumah setiap pulang kerja. Jika ada paket, mertua yang akan menerima dan suami yang akan membawakannya.

“Dik, hadiahnya ini saja, ya? Maaf, enggak bisa kasih yang lain.”

“Ya sudahlah, enggak apa-apa, kok,” jawab saya tanpa menuntut lebih dengan perasaan yang biasa saja.

Dia memberikan sebuah permen dari tas dan langsung saya makan untuk menemani aktivitas mengetik tugas tantangan ini. Jadi, saya merasa cukup untuk komunikasi produktif hari ini dan semuanya baik-baik saja.

In syaa Allah, besok kami akan mempraktikan bahasa kasih yang kelima yaitu tentang saling memberi pelayanan antar pasangan. Hadiah sederhana hari ini cukup untuk menutup tantangan.

“Hadiah tidak harus berbungkus kado menarik ataupun berisi barang mahal. Sesuatu yang kecil bahkan tak terpikirkan, justru istimewa.”

 

#harike-5

#tantangan15hari

#zona1komprod

#pantaibentangpetualang

#institutibuprofesional

#petualangbahagia

#banyumasraya

#merlinnursmila

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal Usul Burung Walet

Pelatihan Jurnalistik

Ibu Wajib Mengajarkan Al Fatihah Kepada Anaknya