ULASAN BERTAJUK ROMANSA SILAM
ULASAN BERTAJUK ROMANSA SILAM
Surakarta, 18 Desember 2019
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman
Indonesia menyelenggarakan hajat literasi yang bertajuk peluncuran dan bedah buku
Romansa Silam. Salah satu hal menjadi latar belakang acara adalah
sebagai wujud kepedulian literasi guna meningkatkan minat baca dan kecerdasan
generasi milenial.
Romansa Silam merupakan kumpulan cerita pendek fiksi tentang
cagar budaya yang ada di beberapa wilayah Indonesia. Romantisnya sebuah cerita
dengan latar belakang sebuah cagar budaya menjadi salah satu keunikan
tersendiri pada genre antologi ini.
Terdapat tujuh belas penulis yang menjadi kontributor dan telah
diterbangkan ke Solo, tepatnya di Ndalem Joyokusuman, Kelurahan Gajahan, Pasar
Kliwon, Surakarta.
Sekilas tentang Ndalem Joyokusuman yaitu tercatat sebagai
cagar budaya sesuai SK Penetapan Walikota Surakarta Nomor 646/32-C/1/2013.
Bangunan tradisional Jawa yang terbuat dari kayu jati ini mengandung nilai
penting arsitektur, estetika, dan filosofi penting.
Sedangkan cagar budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan, struktur, situs, dan kawasan di
darat dan atau di air yang perlu dilestarikan karena memiliki nilai penting
bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui
proses penetapan sesuai dengan UU nomor 11 tahun 2010.
Dalam kegiatan bedah buku Romansa Silam, hadir sebagai
pembicara yaitu Bapak Fitra Arda, M.Hum selaku
Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Indonesia, Bapak Dr. Karkono,
M.A selaku pembedah, Bapak Kayato Ardani sebagai penyaji dan editor arkeolog
buku, dan Bapak Desse Yusubrasta, M.Hum sebagai moderator.
Bapak Fitra Arda, M.Hum menyampaikan bahwa cagar budaya wajib untuk
dijaga, dilestarikan, dan dikenalkan kepada masyarakat luas agar lebih
mencintai sejarah yang dimiliki bangsa. Khususnya pada cagar budaya dan museum
sesuai dengan tagline cagar budaya
yaitu kunjungi, lindungi, dan lestarikan, sedangkan tagline museum Indonesia yaitu museum di hatiku.
Gambar 4: Pembicara Bedah Buku
(Dari sebelah kiri Bapak Desse Yusubrasta, M.Hum, Bapak Fitra Arda, M.Hum, Bapak Dr. Karkono, M.A, dan Bapak Kayato Ardani)
Maka sebagai salah satu upaya terkini untuk mengenalkan
cagar budaya kepada masyarakat adalah melalui metode literasi, hingga tercipta
buku Romansa Silam. Sekumpulan cerpen yang ditujukan pada kalangan remaja
khususnya agar mengenal lebih dekat cagar budaya yang dimiliki bangsa
Indonesia.
Menurut KBBI romansa adalah novel atau kisah prosa lainnya yang berciri khas tindakan kepahlawanan, kehebatan, dan keromantisan dengan latar historis atau imajiner.
Kata silam tentu erat kaitannya dengan waktu lampau. Sesuai dengan latar belakang cerita yang memasukkan nila-nilai penting cagar budaya yang diangkat masing-masing penulis. Hal ini sesuai dengan syarat sebuah benda atau tempat bisa dicatat sebagai cagar budaya apabila telah memiliki usia lebih dari lima puluh tahun, memliki nilai historis, dan bermanfaat.
Agar kisah fiksi dan nilai-nilai historis cagar budaya dapat diramu dengan apik dalam kesatuan cerita, Bapak Kayato Ardani selaku editor dari segi arkeolog pun menyarankan penulis untuk melakukan riset data secara akurat. Baik melalui metode berkunjung langsung pada objek cagar budaya, wawancara narasumber terkait, membaca buku, dan metode lain yang menunjang.
Sedang dari sisi kebahasaan dan penulisan, ada Kak Asfi Diyah sebagai salah satu kontributor Romansa Silam yang dipercaya menjadi editor. Beliau tak segan-segan menyuruh kontributor lain untuk melakukan revisi berkali-kali agar naskah semakin rapi dan sesuai kaidah penulisan yang benar.
Maka, sampai akhir batas waktu sampai dengan kurasi terpilihlah tujuh belas cerita yang mengangkat tentang cagar budaya di Indonesia. Di antaranya ada kisah keromantisan pada kawasan Candi Jago, Candi Cetho, Candi Borobudur, dan dua cerita di Candi Prambanan.
Ada juga sebuah kenangan peristiwa di beberapa objek cagar budaya seperti di Kota Tua Jakarta, Gedung Sate Bandung, Lawang Sewu Semarang, Puncak Rengganis di Argopuro, kisah pada Jembatan Lama Kota Malang, dan Jembatan Panus, Depok.
Beberapa cerita mengharukan lainnya hadir dari Tanah Ulakan Padang Pariaman, kisah orang Sawahlunto, cerita dari Londa Kabupaten Tana Toraja, kisah dari Benteng Fort Rotterdam Makasar, dan Benteng Pendem Cilcap. Juga tentang filosofi Rumah Joglo di wilayah Yogyakarta.
Agar kisah fiksi dan nilai-nilai historis cagar budaya dapat diramu dengan apik dalam kesatuan cerita, Bapak Kayato Ardani selaku editor dari segi arkeolog pun menyarankan penulis untuk melakukan riset data secara akurat. Baik melalui metode berkunjung langsung pada objek cagar budaya, wawancara narasumber terkait, membaca buku, dan metode lain yang menunjang.
Sedang dari sisi kebahasaan dan penulisan, ada Kak Asfi Diyah sebagai salah satu kontributor Romansa Silam yang dipercaya menjadi editor. Beliau tak segan-segan menyuruh kontributor lain untuk melakukan revisi berkali-kali agar naskah semakin rapi dan sesuai kaidah penulisan yang benar.
Maka, sampai akhir batas waktu sampai dengan kurasi terpilihlah tujuh belas cerita yang mengangkat tentang cagar budaya di Indonesia. Di antaranya ada kisah keromantisan pada kawasan Candi Jago, Candi Cetho, Candi Borobudur, dan dua cerita di Candi Prambanan.
Gambar 5: Tujuh belas penulis buku Romansa Silam
Beberapa cerita mengharukan lainnya hadir dari Tanah Ulakan Padang Pariaman, kisah orang Sawahlunto, cerita dari Londa Kabupaten Tana Toraja, kisah dari Benteng Fort Rotterdam Makasar, dan Benteng Pendem Cilcap. Juga tentang filosofi Rumah Joglo di wilayah Yogyakarta.
Namun, Bapak Dr. Karkono, M.A selaku pembedah menyayangkan adanya pola cerita yang seirama dalam buku Romansa Silam. Sebagian besar mengangkat kisah asmara antara dua orang anak manusia. Akan lebih unik lagi jika ada cerita yang mengangkat sebuah kritik sosial masyarakat tentang cagar budaya yang ada baik mengenai alih fungsi ruang, ketidakterawatan objek, sikap acuh tak acuh dari pemerintah, dan lain sebagainya. Atau bisa juga penulis mengangkat sebuah informasi sejarah penting tentang cagar budaya yang belum diketahui oleh khalayak umum.
Kebenaran dari apa yang disampaikan pembedah tentu saja bukan keputusan tanpa alasan dari pihak penulis. Hal ini disebabkan cerita yang diangkat tidak fokus hanya pada karya sastranya, tetapi ada nilai-nilai cagar budaya yang harus dimasukkan. Jadi, agar semua poin seimbang dan seirama dengan cerita fiksi, penulis dibebaskan berkreasi dan berimajinasi dalam penulisan buku yang legal formal tersebut. Tentunya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan bersama.
Selain itu, tujuh belas cerita yang ada begitu sesuai dengan tema romansa yang dipilih. Terlebih mengingat sasaran pembaca adalah remaja pada khususnya yang mulai masuk pada masa pubertas. Alasannya tentu sebagai pemantik agar generasi milenial mengenal dan tertarik untuk mempelajari sejarah bangsa. Diharapkan dengan adanya buku Romansa Silam yang mengangkat tentang cagar budaya, maka anak-anak Indonesia akan lebih asyik mempelajari sejarah tanpa harus ditekan untuk menghafal tetapi dengan cara memahaminya melalui sebuah cerita fiksi.
Untuk ke depannya, semoga ada karya lanjutan yang semakin menginspirasi dan bermanfaat bagi generasi muda bangsa Indonesia. Melalui literasi, mari kita cerdaskan anak bangsa.
Gambar 6: Tamu Undangan Beruntung
Bersama Teh Fiane, Depok dan Kak Asfi Diyah, Kediri
Bersama Kak Febri Purwantini, Solo
Bersama Teh Fiane, Depok, Kak Sindy Abdullah, Cilacap, dan Kak Asfi Diyah, Kediri
Boneka Bang Min Um, Buletin Cagar Budaya, dan Buku Romansa Silam
Komentar
Posting Komentar