Serunya Bermain Batu di Geofuntrip

 

Serunya Bermain Batu di Geofuntrip

 


Aku mau lagi. Bagaimana tidak? Minggu ini (09/08/2020), aku dan teman-teman mengikuti kegiatan geofuntrip bersama Milangkori Tour Kebumen. Belajar tentang geologi dengan kegiatan seru dan mengasyikan. Mengenal lebih dekat lagi situs taman bumi Karangsambung-Karangbolong langsung dari sumbernya.

Rangkaian kegiatan benar-benar mengesankan. Di mulai dari awal perjalanan yang menyenangkan sudah bisa dirasakan sejak keluar dari kota Kebumen menuju daerah utara. Kedua netraku sudah dimanjakan dengan keindahan di sepanjang jalan dari Mertokondo ke utara menuju Karangsambung.

Di sebelah kiri terbentang Sungai Luk Ulo yang meliuk-liuk membuat jalan berkelok. Sedangkan di sebelah kanan, terpampang batuan-batuan purba dari lantai dasar samudra yang terangkat ke atas. Tak terkecuali terlihat juga pemandangan sawah dengan bulir-bulir padinya yang mulai menguning dengan latar belakang pegunungan. Sungguh, pemandangan yang menyegarkan pikiran dan menenangkan.

Setelah empat puluh menit mengendarai motor, aku sampai di LIPI Karangsambung. Di sinilah titik kumpul untuk acara geofuntrip kali ini. Protokol kesehatan tetap ditaati. Setiap peserta wajib cek suhu badan, memakai masker, jaga jarak, dan selalu memakai handsanitizer setelah menyelesaikan satu kegiatan. Semua data dicatat oleh tim Milangkori Tour yang dipimpin oleh Pak Sigit Asmodiwongso dan dibantu oleh Salma Nusiana, Ela, dan Ahkof–salah satu Duta Wisata Geopark Kebumen tahun 2019.

Tepat pukul delapan pagi, sekitar dua puluh lima orang yang hadir dibagi menjadi lima kelompok kecil. Selanjutnya setiap kelompok diberi tiga lembar kertas berisi jenis-jenis batuan seperti batuan beku, sedimen, dan metamorf. 

Tugas pertama adalah mengamati dan menentukan batuan yang termasuk ke dalam tiga jenis batuan tersebut. Peserta pun diajak memasuki Museum Melange untuk melihat contoh-contoh batuan yang ada kemudian memasukan datanya ke lembar tugas.

Apakah aku merasa seperti anak sekolah yang sedang studytour? Tentu tidak. Aku dan teman-teman menikmati berburu informasi tentang batuan dengan batasan waktu yang telah disepakati. Bahkan dengan cara ini, aku bisa mengingat informasi lebih banyak dari batuan-batuan yang telah kulihat di dalam museum.

Di sini, Pak Eko Puswanto sebagai ahli geologi dari LIPI tampil untuk menjelaskan tentang penyebab adanya batuan purba yang ada di wilayah Karangsambung. Ternyata salah satunya karena adanya tekanan akibat pertemuan lempeng benua dan kerak samudra yang menyebabkan lantai dasar samudra tersebut terangkat dan meninggalkan berbagai jenis batuan. Beruntungnya, Karangsambung memiliki koleksi batuan dasar samudra yang paling lengkap di wilayah Asia Tenggara. Hingga batuan lava basalt pun dikenal sebagai ikon dari daerah Karangsambung.

“Pak, bisa apa enggak tumbukan lempeng yang terangkat itu membentuk pulau?” tanya Raja, salah satu peserta termuda yang masih duduk di sekolah dasar.

“Tentu saja. Tumbukan lempeng itu bisa membentuk pulau, bukit, gunung, atau daratan lainnya,” jawab Pak Eko dengan ramah.

Selesai mendengarkan presentasi singkat di Museum Melange, aku dan teman-teman diajak menemukan langsung berbagai jenis batu di geosite Fhilit. Jaraknya sekitar lima menit ke arah utara dari LIPI. Setiap peserta keluar dari museum dan disemprot lagi dengan cairan disinfektan. Kemudian bersiap mengambil kendaraan masing-masing untuk menuju situs berikutnya.

Untuk sampai di situs Fhilit, aku dan teman-teman harus turun ke Sungai Luk Ulo. Menyusuri sungai yang penuh dengan berbagai jenis batuan. Kebetulan debit air sedang surut sehingga kami lebih mudah berjalan. Di sini ditemukan beberapa penambang pasir dan batu dari warga setempat. Luk Ulo merupakan salah satu ladang mata pencaharian bagi masyarakat Karangsambung dan sekitarnya.

Pak Sigit Asmodiwongso menjelaskan beberapa sejarah tentang adanya Sungai Luk Ulo. Salah satunya dari asal kata luku dan loh. Luku yaitu alat membajak tradisional di daerah Jawa, sehingga kegiatan mluku atau membajak menjadikan tanah menjadi loh yang artinya subur.

Sedangkan Pak Eko Puswanto kembali tampil dengan menunjukan secara langsung jenis batuan yang ada.

“Sungai Luk Ulo yang berusia jutaan tahun lebih ini bersumber dari hulu yang ada di Wonosobo dan bermuara di Pantai Selatan Jawa. Jadi, banyak batu-batu material sedimen yang terbawa arus sampai ke sini. Mulai dari yang paling kecil dan lembut yaitu lempung. Kemudian ada pasir, kerikil, kerakal, brangkal, dan yang berbentuk paling besar disebut bongkah,” jelas Pak Eko semangat sambil menunjukkan masing-masing jenisnya.

 Aku dan teman-teman mengangguk paham. Ternyata adanya perbedaan jenis dan bentuk batuan itu bisa terjadi dari proses yang sangat panjang. Salah satunya adalah akibat dari terjadinya tumbukan-tumbukan antar batuan sehingga batu bisa berbentuk bulat atau runcing.

Selanjutnya tugas setiap kelompok adalah mencari delapan belas jenis batuan beku, sedimen, dan metamorf sesuai contoh gambar yang disediakan oleh tim Milangkori Tour. Tentu saja hal ini sangat seru. Ternyata, aku dan teman-teman masih kebingungan membedakan jenis batuan yang kami temukan. Sehingga tak ada satu kelompok pun yang seratus persen benar dalam memilih batu sesuai jenisnya. Sungguh, pelajaran yang seru, bukan?

Untuk menambah keceriaan, aku dan teman-teman diminta untuk memilih satu batu. Kemudian, kami akan melukis batu itu dengan cat warna sesuai keinginan. Selama tiga puluh menit, imajinasi dan daya kreasi teman-teman terfokus pada batu dan warna.

Aku sendiri memilih melukis batu berbentuk setengah lingkaran menjadi sebuah wajah imut seperti Maruko, salah satu tokoh dalam kartun anak. Ada teman yang melukisnya menjadi buah-buahan, huruf, pemandangan, atau pohon. Batu-batuan berubah fungsi menjadi hiasan yang lucu, menarik, dan warna warni menggemaskan.

Kegiatan dilanjutkan dengan bermain melatih kesabaran. Aku dan teman-teman ditantang untuk menyusun batu setinggi-tingginya dengan jumlah sebanyak mungkin. Di sini aku belajar agar tidak terlalu berambisi. Ternyata aktivitas ini bisa mengurangi stres dan kembali menentramkan jiwa, lho. Buktikan saja, deh.

Rata-rata dari kami berhasil menyusun batu sejumlah tiga belas sampai lima belas. Sungguh tantangan yang keren, bukan? Aku dan teman-teman merasa puas dengan hasil susunan batu yang dibuat. Rona cerah menghias wajah di bawah paparan sinar matahari yang mulai beranjak tepat di atas ubun-ubun.

“Bagaimana rasanya Mbak Sri? Seharian terlepas dari urusan memasak?” tanyaku pada seorang perempuan bertubuh semampai yang murah senyum.

“Lebih enak di dapur pastinya,” jawabnya cepat.

“Tapi seru kan, Mbak?” timpalku pada perempuan yang membuka usaha kuliner "Pawon SR" ini.

“Jelas, pengalaman pertama yang seru dan mengesankan. Aku itu butuh penyegaran dengan mengikuti kegiatan seperti ini karena aku mau menambah ilmu dan bertemu teman baru. Jadi, enggak melulu berkecimpung di dapur terus,” ucapnya semangat sambil memungut bunga-bunga pohon pinus yang berjatuhan.

Tim Milangkori pun menyudahi aktivitas di Sungai Luk Ulo. Aku dan teman-teman dipandu menuju sebuah pemukiman penduduk dukuh Geblag, Desa Karangsambung. Lokasinya tepat di timur area LIPI. Inilah rangkaian akhir dari acara yaitu menyantap hidangan makan siang bersama di tengah areal persawahan.

Pengalaman yang sangat membekas di memori. Menyantap pecel dengan nasi putih atau thiwul, mendoan, dan peyek teri bertatakan pincuk daun pisang. Menikmati nya bersama teman-teman sambil duduk lesehan di atas anyaman daun kelapa atau disebut bleketepe dalam bahasa Jawa. Segelas teh tawar pun melengkapi sajian sederhana yang penih nikmat siang ini. Apalagi didukung oleh masyarakat sekitar yang menyambut sengan penuh keramahan dan kebaikan yang tulus.

Semilir angin sawah membelaiku dan teman-teman yang sudah merasakan kenyang. Pemandangan padi yang mulai menguning dengan latar belakang gunung Paras di sebelah utara membuat jiwa menjadi tenang. Alunan musik gamelan yang ditabuh kelompok seni setempat menambah syahdu suasana. Hingga penampilan kuda lumping dari anak remaja pun memeriahkan penutupan acara geofuntrip bersama Milangkori Tour siang hari ini.

Sebagai cinderamata, tim Milangkori Tour membagikan dompet kecil dari anyaman pandan dalam berbagai pilihan warna. Benda cantik tersebut merupakan salah satu produk geopark Kebumen yang berasal dari Kampung Anyaman Pandan Desa Grenggeng, Kecamatan Karanganyar, Kebumen.

Terima kasih Milangkori Tour. Mari kita membumikan taman bumi Karangsambung-Karangbolong dengan cara yang santai dan menyenangkan hingga meninggalkan kesan yang tak terlupakan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal Usul Burung Walet

Ibu Wajib Mengajarkan Al Fatihah Kepada Anaknya