Benarkah Pers Itu Tabu?
Benarkah Pers Itu Tabu?
"Pers merupakan bahasan tabu bagi masyarakat khususnya kawula muda. Padahal pembahasan mengenai pers dan jurnalistik itu cakupannya luas, tidak hanya seputar pemberitaan di televisi!"
Mugiono, ketua panitia penyelenggara dari Pergerakan Mahasiswa Muslim Indonesia (PMII) wilayah Kebumen melontarkan pernyataan yang menggelitik.
Maka diadakanlah Talkshow Jurnalistik bertema "Menghadapi Tantangan Jurnalistik di Era Disrupsi" untuk menjawab pernyataan di atas. Kegiatan yang diselenggarakan di aula Perpustakaan Daerah Kebumen ini bertujuan untuk memeperingati Hari Pers Nasional. Selain itu juga sebagai sarana belajar untuk memahami bidang jurnalistik bagi masyarakat.
Hadir Dede Setiawan dan Clara Serelita sebagai narasumber dari perwakilan media Ratih TV dan Radio In Fm, Kebumen. Keduanya menyampaikan tentang pentingnya analisis media terhadap suatu berita. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keakuratan berita dan isu-isu yang dihasilkan dari pemberitaan tersebut.
"Analisis ini dilakukan setelah berita dirilis. Jadi, akan diketahui hasil tentang isu-isu apa saja yang sedang berkembang di masyarakat dalam wantu tertentu," jelas Dede pada sesi tanya jawab.
Tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi membuat akses informasi semakin mudah. Namun, kesalahpahaman pun mudah terjadi jika berita berasal dari sumber yang tidak jelas.
"Pesan saya, jadilah netizen cerdas yang bisa mengolah informasi dari berbagai sumber. Jangan mudah terpecah belah hanya dikarenakan berita hoaks," tutur Dede menutup pemaparannya.
Peserta yang mayoritas mahasiswa menjadi lebih paham dan mengetahui bagaimana proses pembuatan berita. Semuanya memiliki prosedur dan harus mengandung news value.
"Peristiwa yang diberitakan itu harus update dan memiliki news value, di antaranya adalah pengaruh kepada masyarakat, penting tidaknya informasi tersebut, aktualitas berita, dan tokoh yang disebutkan," imbuh Clara.
Semua peserta semakin antusias menyimak. Waktu yang terus merangkak siang tidak dihiraukan. Hingga acara dilanjutkan pada sesi berikutnya yaitu pembahasan tentang sejarah pers di Indonesia.
Hadir Syarif Hidayat dari Sorot Kebumen sebagai narasumber. Kecerdasan gaya berceritanya membuat peserta semakin asyik mengikuti rangkaian acara siang hari ini.
Dia menyampaikan bahwa di era sekarang perubahan besar-besaran terjadi di berbagai lini (baca: disrupsi), konsumsi berita menjadi makanan sehari-hari. Apabila sehari saja tidak membaca berita, maka seperti ketinggalan informasi selama satu minggu.
Inilah salah satu efek dari kecanggihan teknologi yang bisa membuat suatu konten viral dalam beberapa saat. Dalam sehari saja pemberitaan berbagai informasi berkembang begitu pesat.
"Saya sebagai insan pers saat ini ditantang dengan keberadaan netizen yang ingin menguji kemampuan pers. Maka izinkan saya untuk berpesan agar bisa menjadi netizen yang bisa mengonsumi informasi akurat," ungkap Syarif menutup acara.
Ungkapan dan pesan menggelitik dari narasumber selama pemaparan materi begitu terngiang. Salah satunya disampaikan oleh Suhanggono, peserta asal Grabag, Purworejo.
"Lepas HP, manusia akan nampak kebodohannya! Ini benar-benar kata mutiara yang luar biasa. Saya jadi menyimpulkan bahwa harus lebih banyak membaca buku agar pandai setiap saat tidak hanya ketika memegang gawai," katanya mengutip kalimat narasumber.
Inilah acara bagus yang mengandung pesan baik. Hingga peserta pun tergugah untuk terus belajar dan memperbaiki diri.
Salah satu peserta, Muwunaroh Rizqoh menuturkan bahwa, "Saya senang bisa mengikuti acara ini. Selain bertambah ilmu, pastinya jadi lebih tahu bagaimana menyingkapi sebuah informasi secara benar."
Untuk itu, selamat memperingati Hari Pers Nasional dan jangan lupa untuk menjadi netizen cerdas, ya?
Komentar
Posting Komentar