BERKARYA BAHAGIA
BAHAGIA DENGAN BERKARYA
(Menulis
Cerita Anak)
Intinya, setiap orang pasti suka bercerita dan minimalnya mendengarkan cerita. Apalagi cerita tentang perkembangan anak-anak yang saleh dan salihah.
Nah, pernahkan teman-teman bercerita tentang sebuah tokoh dalam bacaan kepada anak? Atau, justru anak teman-teman yang pandai bercerita? Ma syaa Allah, luar biasa.
Bagaimana respon ananda ketika dibacakan cerita? Yuk, boleh sharing.
Banyak sekali respon yang
disampaikan anak setelah dibacakan cerita. Bisa bertanya, berimajinasi,
berkreasi, atau lainnya. Mungkin ananda minta diulangi lagi ceritanya?
Inilah salah satu STRONG WHY,
kenapa saya memilih menulis cerita anak. Ya, ada kebahagiaan tersendiri saat
bisa berkomunikasi dengan anak-anak melalui cerita. Saya bisa menyisipkan pesan
moral tanpa terkesan menggurui atau memerintah anak harus begini dan begitu.
Apalagi jika anak sampai memiliki
tokoh favorit yang bisa membuat ananda mengikuti kebaikan tokoh.
Lebih bahagia lagi jika tokoh favorit ananda adalah tokoh imajinasi dari orang tua. Tokoh yang ada dalam cerita yang ditulis teman-teman semua untuk ananda.
Wah, saya ingin nulis cerita untuk anak saya! Tapi, saya belum bisa nulisnya. Belum tahu cara nulis cerita anak.
Tak perlu sedih ataupun galau, ya , teman-teman. Menulis cerita anak itu tidak seseram bayangan teman-teman. Kuncinya adalah kita mau membaca dan berlatih. Yap! Latihan, latihan, dan latihan.
Pertama, teman-teman harus tahu apa saja yang menjadi resep adonan cerita anak. Menulis juga perlu resep dan bahan, lho! Sama seperti teman-teman membuat resep donat. Harus ada resep, bahan, dan takaran.
Nah, bahan dasar yang perlu disiapkan sebelum menulis cerita adalah unsure intrinsik dan ekstrinsik.
Unsur intrinsik meliputi:
1.
Tema
2.
Tokoh dan karakter
3.
Latar
4.
Alur
5.
Pesan moral
Unsur ekstrinsik yaitu:
1.
Sudut pandang penulis
2.
Gaya bahasa
Orang bijak menyarankan agar sebelum menulis cerita anak adalah membaca cerita anak lebih dulu. Bacalah minimal sepuluh cerita anak untuk menulis satu cerita anak.
Dengan membaca, maka kita bisa
memahami bagaimana gaya bahasa yang dipakai, penentuan karakter, contoh
konflik, dan lain sebagainya.
Setelah tema dan ide ketemu, langkah selanjutnya ialah tentukan usia pembaca. Beda usia, beda pula jenisnya.
Berikut beberapa jenis buku
cerita anak berdasarkan usia:
1.
Softbook (usia 0-8 bulan)
2.
Boardbook (usia balita)
3.
Picturebook (usia pra membaca)
4.
Chapter book (usia 7-8 tahun)
5.
Middle grade novel (usia di atas 8 tahun)
Setelah menentukan jenis buku atau ceritanya, kita perlu memahami dunia anak. Bagaimana watak dan tingkah anak berdasarkan cerita dan usia tokoh.
Kemudian berlatihlah menulis
cerita anak dengan memerhatikan hal-hal berikut:
1.
Tema sederhana atau berkaitan dengan aktivitas
sehari-hari anak
2.
Gunakan bahasa sederhana dan diksi yang mudah
dipahami
3.
Hindari penggunaan bahasa asing
4. Hindari pemakaian kata yang mengandung unsur
kekerasan, kasar, ataupun menakutkan.
5.
Selipkan pesan moral dan karakter baik yang bisa
dicontoh anak
Teruslah menulis, menulis, dan menulis sampai merasa nyaman dan menemukan gaya tulisan masing-masing. Tetap semangat, percaya diri, dan ingat motivasi awal menulis.
Ingat, bahwa setiap tulisan akan menemukan pembacanya masing-masing. Tugas setiap penulis hanyalah menulis, menulis, dan menulis.
Pernahkan saya merasa ingin “menyerah” saja? Tentu, saja. Hidup ini tak semulus jalan tol dan seindah bayangan. Saya pernah mau berhenti menulis cerita anak meski hati tak rela.
Hal ini disebabkan “nyanyian”
netizen yang mengatakan bahwa cerita anak hanya layak ditulis oleh anak. Maka,
menulislah sesuai umur!
Wah, ternyata saya kurang jauh,
nih, jalan-jalannya. Saya semangat menulis lagi setelah mengetahui siapa itu
Cristian Andersen. Beliau menulis cerita anak pada usia yang tak muda lagi.
Bahkan, karya-karyanya masih terkenal hingga sekarang. Sebut saja cerita Si
Bebek Buruk Rupa, Gadis Korek Api, Thumbelina, Little Mermaid, dll.
Sekarang, saya merasa lebih
nyaman menulis cerita anak dan bahagia setelahnya. Sebab saya seakan berbicara
dengan anak-anak, menyelami kehidupan yang penuh petualangan, dan bisa
menyelipkan pesan moral di dalamnya tanpa harus menasihati langsung.
Jadi, yuk … mulai temukan ide dan
menulis cerita anak. Apalagi jika bisa nulis bersama anak-anak di rumah, pasti
lebih seru. Imajinasi anak tidak terbatas, lho! Kadang orang tua tidak
berpikiran seperti itu, tapi anak idenya luar biasa. Ma syaa Allah!
Mari, tebarkan manfaat melalui
cerita anak. Jika gajah mati meninggalkan gading, maka manusia mati
meninggalkan nama, bukan?
Akh, sudah lama saya tak menulis cerita anak. Kangen rasanya. Semoga bisa menulis cerita anak lagi (n_n)
BalasHapusPermah nulis bareng dinas mau diterbitkan belum sampai sekarang. Kedua ikut antologi ceenak.... tapi merasa belum nyaman nulisnya....belum greget...mau belajar lagi... Bismillahirrahmanirrahim... Terimakasih tulisan ini sangat menginspirasi saya semoga saya bisa lebih baik lagi... Dan bisa nerbitkan cerita anak
BalasHapus