OH, BABY ... ON THE WAY
OH, BABY ... ON THE WAY
Rindu ini mengusik malam
Membuat mata enggan terpejam
Angan mengembara jauh ... jauh tak terbayang
Rindu ini menyayat hati, tajam!
Air mata menganak sungai
Isak tangis tersekat di kerongkongan
Basah membasahi hidung
Napas pun tersengal, sesak!
Oh, baby ... on the way!
Senyum menghiasi
Menghibur hati sendiri
Lisan terus merapal
Mantra-mantra hanya pada Tuhan
Ya Rabbi, dengarkan ... oh dengarkan!
Pinta hamba dari lubuk terdalam
Rabbi habli minas shalihin
Rabbi habli minas shalihin
Rabbi habli minas shalihin
Ya Rabbi, berkali kupinta
Doa yang sama hanya untuk dia
Sosok mungil yang masih tertahan di sana
Inilah doa nabi Zakariya
Permohonan suci dari jiwa
Keinginan seorang nabi mulia
Rabbi habli miladunka dzuriyatan thayibatan innaka sami'ud dunga
Rabbi habli miladunka dzuriyatan thayibatan innaka sami'ud dunga
Rabbi habli miladunka dzuriyatan thayibatan innaka sami'ud dunga
Harapku dalam keyakinan
Semoga Engkau rida kabulkan
Permintaan hamba-Mu, memohon penuh kerinduan
Hadirkanlah, ahli waris dalam kehidupan
Pojok Rindu, Januari 2021
Doa dan harapan yang masih sama
Wanita itu menutup diari birunya, mengakhiri sesi curhat dalam heningnya malam. Hawa dingin berganti panas sebab hati penuh kerinduan. Ya, tiada lain yang diharapkan selain kehadiran sosok mungil dalam ruang rahimnya.
Setiap malam ia meminta dan bertanya pada Tuhan. Kapan datangnya waktu itu?
"Pantaskah aku menjadi ibu?" gumamnya sendu.
Spedo keimanan seakan turun, membawanya pada putus asa hingga mencecar Tuhannya. Mencurahkan segala kesal di dada, hingga merasa teraniaya seorang di malam yang semakin kelam.
Air matanya terus melesat, membasahi bantal. Hatinya semakin berdebar tak karuan, menahan emosi yang tak terelakan. Dia butuh sandaran! Seseorang yang mampu mendengarkan! Sayang seribu sayang, hanya sepi yang menjawab kemuraman.
Jarum jam terus berputar. Wanita terjatuh dalam dengkuran tanpa sadar. Kelopak mata terpejam, tetapi bekas-bekas tangis masih membasahi pipi. Sungguh kasihan, sepi sendiri dalam balut kesedihan.
Pagi pun menjelang. Kokok ayam jantan bersahutan membangunkan insan-insan di dunia fana. Tak terkecuali si wanita dalam cerita.
Dia terbangun. Kedua tangan mengucek netra, membuang sisa tangis semalam. Menarik napas panjang menjadi pilihan, sebelum akhirnya ia melangkah turun dari pembaringan.
Sajadah itu tergelar sempurna dan sang wanita bermunajat. Berbicara pada Tuhannya dengan kekusyuan. Tak jarang air mata kembali tak bisa ditahan.
Amarahnya pada Tuhan telah menghilang. Dia telah kembali pada Rabbnya dengan kesungguhan hati untuk kembali memohon.
Sayup-sayup terdengar seperti rintihan. Kedua tangannya menengadah dan lisan mengucap pelan.
"Rabbi habbli minas shalihin. Rabbi habbli minas shalihin. Rabbi habbli minas shalihin."
Di sini aku kembali tertunduk. Diam menjadi saksi bisu dalam pandang kesedihan.
Komentar
Posting Komentar