Si Bajang Lambang Kesejahteraan
Si
Bajang Lambang Kesejahteraan
Oleh:
Merlin Nursmila
Sumber: Adzkya Tour Travel/2020/ Fakta Menarik Seputar Dieng
Berbeda
itu kaya. Semakin banyak keragaman itu semakin unik. Sama halnya dengan Indonesia
yang memiliki ribuan suku bangsa dan budaya. Semua itu menjadi ciri khas dan
identitas bangsa. Warisan budaya yang perlu dilestarikan.
Begitu
banyak warisan budaya bangsa baik berbentuk cagar budaya seperti bangunan dan
benda ataupun warisan budaya tak benda seperti budaya, tradisi, dan adat
istiadat. Salah satu warisan budaya tak benda adalah kearifan lokal yang tetap
lestari di suatu daerah.
Menurut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, kearifan lokal ialah nilai-nilai luhur yang
berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara lain untuk melindungi dan
mengolah lingkungan hidup secara lestari.
Dalam
suatu masyarakat, kearifan lokal yang ada sejak zaman nenek moyang tak bisa terpisahkan
begitu saja. Seperti halnya tradisi yang akan terus dijaga dan dilakukan akibat
dari sebuah kepercayaan yang dianut oleh sekelompok masyarakat.
Di
era modernisasi, kearifan lokal bisa saja tergerus oleh pengaruh budaya asing,
jika saja tak ada masyarakat yang teguh memegangnya. Agar budaya dan tradisi
tersebut tetap mengakar kuat sebagai budaya bangsa, maka perlu adanya dukungan
dari lain pihak.
Pemerintah
harus ikut mengabadikan dan mencatatnya dalam dokumen negara. Khususnya warisan
budaya tak benda, agar tidak hilang tergerus oleh zaman. Salah satu contohnya
adalah Rambut Gimbal yang ada di kawasan Dieng, Jawa Tengah.
Budaya
Rambut Gimbal telah masuk dalam catatan negara sebagai warisan budaya tak
benda. Maka, masyarakat pun harus ikut menjaga dan melestarikan nilai-nilai
luhur dan sejarah yang ada di dalamnya.
Berdasarkan
sejarah, Rambut Gimbal yang terdapat di Dieng adalah tinggalan leluhur. Dahulu
kala, wilayah dataran tinggi ini dipimpin oleh seorang Hindu yang taat. Dia dikenal dengan nama Tumenggung Kolodete
yang bertugas untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Dieng.
Konon,
wilayah Dieng akan sejahtera dengan ditandai adanya anak berambut gimbal. Yaitu
bentuk rambut yang kusut dan tidak mudah disisir. Biasanya, rambut gimbal
terbentuk karena pemiliknya malas mandi, tidak pernah menyisir, dan jarang
merawat rambut.
Namun,
di Dieng sendiri, Rambut Gimbal ada begitu saja tanpa dibentuk. Biasanya terjadi
pada anak-anak terpilih yang dianggap sebagai titisan Tumenggung Kolodete. Rambut
ini tumbuh ketika anak tersebut berusia balita mulai usia tiga tahun. Sebelum tumbuh
Rambut Gimbal, sang anak akan mengalami demam tinggi atau kejang. Dia kembali
sehat jika rambut gimbalnya telah tumbuh memenuhi batok kepalanya.
Anak-anak
tersebut dikenal dengan nama Anak Bajang. Mereka akan lebih aktif dari anak
pada umumnya. Perilaku dan sifat lain yang dimiliki sama seperti yang lain. Hanya
saja, rambut Anak Bajang akan terus tumbuh dengan subur.
Keunikan
lainnya ialah, Rambut Gimbal tidak bisa dicukur oleh sembarang orang. Bahkan waktunya
pun tidak bisa ditentukan dengan pasti, kapan rambut harus dipotong. Orang tua
akan memotong rambut Anak Bajang jika sang anak sudah memintanya sendiri. Sebagai
tebusan, dia akan meminta sesuatu ketika Rambut Gimbal miliknya dicukur.
Proses
mencukur Rambut Gimbal dikenal dengan nama ruwatan.
Pencukurnya adalah para sesepuh yang telah dipercaya masyarakat. Dalam acara
ini digelar pesta besar-besaran sebagai ucapan selamat karena Anak Bajang sudah
terlepas dari belenggu Tumenggung Kolodete.
Keberadaan
Anak Bajang sebenarnya tidak terpaku hanya berada di wilayah Dieng saja, tetapi
merambah juga di beberapa tempat terpelosok di sekeliling Dieng. Jadi, tak
heran jika awalnya tidak banyak masyarakat yang tahu tentang keberadaan Anak Bajang.
Namun,
semakin berkembangnya budaya dan pergantian zaman, sangat disayangkan jika
budaya nenek moyang di Dieng ini hilang tanpa diketahui masyarakat luas. Maka,
beberapa pihak pun melestarikan kearifan lokal sebagai nilai budaya leluhur
yang patut dibagikan pada masyarakat luas.
Sumber:
Indonesia Trips/2017/Dieng Culture Festival
Akhirnya,
digelarlah Dieng Culture Festival
sebagai salah satu wadah dalam acara ruwatan
Rambut Gimbal. Kegiatan ini biasa dilaksanakan pada bulan Muharram sebagai
pilihan waktu yang tepat untuk mengadakan ruwatan.
Orang tua yang memiliki Anak Bajang akan mendaftarkan anaknya, jika ia sudah
meminta untuk mencukur Rambut Gimbal tersebut.
Rangkaian
acara Dieng Festival Culture untuk
prosesi ruwatan dimulai dengan
kegiatan Kirab Budaya. Arak-arakan serombongan orang yang terdiri dari pemangku
adat, tokoh masyarakat, sesepuh, Anak Bajang, beserta orang tua, dan pengiring.
Mereka berjalan dari Gang Pringgondani sampai Sendang Sedayu.
Selanjutnya,
Anak Bajang akan melakukan prosesi jamasan
atau siraman air dari tujuh sumur oleh pemangku adat. Tentu, sebelum itu ada
serangkaian upacara sacral seperti pembacaan doa-doa. Setelah itu, barulah Anak
Bajang akan diarak menuju komplek Candi Arjuna untuk dicukur rambutnya.
Kemudian Rambut Gimbal tersebut akan dilarung di Telaga Warna. Acara ruwatan berakhir dengan pemberian barang
yang diminta anak bajang.
Nah,
acara Dieng Festival Culture ini
sudah terbuka untuk umum. Banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang
dan menyaksikan keunikan tradisi Rambut Gimbal. Juga serangkaian acara seni dan
budaya yang digelar selama festival.
Secara
tak langsung, prosesi ruwatan Rambut Gimbal dalam acara Dieng Festival Culture banyak memberikan dampak positif. Semuanya terangkum
dalam hal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dieng dari beberapa sektor.
Pertama,
dari sektor pariwisata, acara Dieng
Festival Culture akan menarik banyak wisatawan. Otomatis, pengunjung juga
akan mengeksplore kawasan wisata di Dieng secara merata. Mereka tidak akan puas
dengan menikmati satu acara saja.
Akibatnya,
wilayah Dieng menjadi terkenal dan akan mendatangkan pundi-pundi rupiah dari
wisatawan yang berkunjung. Hal ini tentu akan menambah pendapatan daerah.
Kedua,
pada sektor sosial, mau tak mau masyarakat Dieng akan menjadi lebih terbuka
kepada pengunjung. Mereka akan berlomba-lomba menyediakan pelayanan terbaik
baik dari segi jasa maupun ekonomi perdagangan barang.
Ketiga,
hal yang tak kalah pentingnya adalah terkait kearifan lokal. Dengan digelarnya Dieng Festival Culture, budaya dan
tradisi Rambut Gimbal di kawasan Dieng akan dikenal masyarakat luas. Semakin terkenal,
maka semakin kecil kemungkinan warisan budaya tak benda ini akan pudar dari
identitas dan ciri khas bangsa Indonesia.
Bagaimana
pun juga, menjaga dan melestarikan budaya bangsa adalah tugas wajib semua
lapisan masyarakat. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menyimpan sejarahnya
dengan baik dan mau melestarikannya sebagai bekal wawasan dan pengetahuan turun
temurun.
Untuk
itu, mari jaga, lindungi, dan lestarikan warisan budaya bangsa agar Indonesia
semakin kaya dengan sejarah dan nilai-nilai luhur bangsa yang dimiliki. Cintai
produk dalam negeri demi membantu pembangunan dan kesejahteraan bangsa
Indonesia.
***
#lindungibudayakita
#kawasanbudayadieng
#meneropongnegerikayangandieng
#localwisdom
#ibuibudoyannulis
#lindungibudaya
Komentar
Posting Komentar